Menurut Syaiful Sagala (2013: 223), guru bagi siswa adalah sebagai pengganti orang tua di sekolah, yang bertugas untuk mendidik dan membantu pertumbuhan dan perkembangan siswa menjadi manusia dewasa. Oleh karena itu, seharunya siswa memperlakukan guru sebagaimana ia memperlakukan orang tuanya di rumah, sehingga tata krama dan sopan santun dapat diberlakukan pula terhadap guru di kelas.
Jika dalam agama Islam, guru memiliki posisi yang sangat mulia. Ini dikarenakan oleh tugas seorang guru yang juga sebagai agen dakwah atau penyebar ilmu. Dalam dunia pesantren, derajat seorang ustadz terlebih kiai sangat lah tinggi, sehingga para santri harus tawaduk kepadanya. Tawaduk berarti menjaga etika dan sopan santun ketika berhadapan dengan seseorang. Bahkan dalam bahasa pesantren, ilmu seorang santri atau pelajaran tidak akan barokah atau menjadi kebaikan jika dalam proses menuntut ilmu ia tidak berlaku baik terhadap gurunya.
Akhirnya dapat kita simpulkan, bahwa faktor paling fundamental dalam menangani kasus kekerasan ini adalah kesadaran masing-masing pihak, baik dari lembaga pendidikan, peserta didik, maupun pihak luar seperti keluarga dan lingkungan, terhadap peran yang sedang dimainkan, sehingga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik dan benar.
Nilai akhlak atau etika yang baik juga harus terus dikembangkan, sekali lagi oleh seluruh pihak. Tentunya hal ini tidak bisa dibangun secara instan dan perlu proses panjang, sehingga dapat tertanam sedalam-dalamnya, dan menjadi tabiat dan kebiasaan baik sehari-hari.
Tinggalkan Komentar